ermasuk
nasihat bagi penguasa adalah mendo’akan bagi mereka taufik dan hidayah
keikhlasan niat dan amal, mendoakan mereka supaya mendapat aparat-aparat
pemerintahan yang shalih. Perlu diketahui bahwa termasuk sebab lurus
dan baiknya seorang penguasa adalah mendapat menteri yang jujur yang
membantunya dalam melaksanakan kebaikan, mengingatkannya jika terlupa,
dan menolongnya jika ingat. Ini merupakan sebab datangnya taufiq Allah
kepadanya
Hendaklah mendo’akan kebaikan bagi orang lain, dan penguasa adalah
orang yang paling berhak mendapatkannya. Karena kebaikan penguasa adalah
kebaikan umat, medo’akan mereka merupakan do’a yang paling penting dan
nasihat yang paling berguna. Yaitu mendoakan semoga para penguasa
tersebut mendapat taufiq kepada kebenaran, semoga mereka mendapat
pertolongan, semoga Allah memberi mereka pembantu-pembantu yang shalih
dan semoga Allah membebaskannya dari kejahatan dirinya dan dari
kejahatan teman-teman yang jahat. Mendoakan penguasa agar mendapat
taufiq dan hidayah serta mendapat hati yang ikhlas dan amal yang benar
merupakan kewajiban terpenting dan merupakan ibadah yang paling utama.
-Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz-
Dalam kitab Muraja’at fi Fiqhil Waqi’ As Sunnah wal Fikri ‘ala Dhauil Kitabi wa Sunnah,
Al Ustadz Faishal Jamil
Di alam yang penuh fitnah sekarang ini, masing-masing manusia mencoba
mengatasinya dengan cara mereka sendiri terutama ketika menghadapi para
penguasa yang dhalim atau dianggap dhalim oleh mereka. Sebagian
berdemonstrasi dan berkoalisi dengan kelompok lain untuk menggulingkan
penguasanya. Lainnya menggunakan ilmu politiknya. Masing-masing
menganggap cara demikianlah yang paling tepat dan cepat untuk mengatasi
penguasa dhalim. Padahal cara-cara demikian tidaklah pernah diajarkan
oleh Salafus Shalih, sedangkan mereka (Salafus Shalih) adalah
sebaik-baik panutan dalam menjalani hidup ini (secara individu,
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara).
Mendoakan kebaikan untuk penguasa adalah salah satu cara yang
ditempuh Salafus Shalih untuk mengatasi kedhaliman mereka. Karena dengan
berdoa kepada Allah –agar menyelamatkan rakyat dari kedhaliman
penguasanya– memberikan kebaikan dan menyadarkan mereka untuk berbuat
adil dan bijaksana. Hal ini juga merupakan pengamalan dari perintah
Allah Ta’ala di dalam firman-Nya :
ثُمَّ إِذَا مَسَّكُمُ الضُّرُّ فَإِلَيْهِ تَجْأَرُونَ
“ … kemudian bila kamu ditimpa kemudlaratan maka hanya kepada-Nya-lah kamu meminta pertolongan.” (QS. An Nahl : 53)
Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud rodhiyallahu ‘anhu, dia berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّهَا سَتَكُونُ بَعْدِي أَثَرَةٌ وَأُمُورٌ تُنْكِرُونَهَا قَالُوا يَا رَسُولَ اللهِ كَيْفَ تَأْمُرُنَا؟
‘Akan muncul setelahku atsarah (orang-orang yang mengutamakan diri
mereka sendiri dan tidak memberikan hak kepada orang yang berhak -red)
dan perkara-perkara yang kalian ingkari’. Mereka (para shahabat -red)
bertanya: ‘Apa yang engkau perintahkan kepada kami wahai Rasulullah?”
Beliau berkata:
تُؤَدُّوْنَ الْحَقَّ الَّذِيْ عَلَيْكُمْ وَتَسْأَلُوْنَ اللهَ الَّذِيْ لَكُمْ
“Tunaikanlah kewajiban kalian kepada mereka dan mintalah hak kalian
kepada Allah.” (Shahih, HR. Al-Bukhari dan Muslim dalam Shahih keduanya)
Al Imam An Nawawi rahimahullah berkata tentang hadits ini : “Di dalam
(hadits) ini terdapat anjuran untuk mendengar dan taat kepada penguasa
walaupun ia seorang yang dhalim dan bersikap sewenang-wenang. Berikanlah
haknya (sebagai pemimpin) yaitu berupa ketaatan, tidak memberontak, dan
tidak mengkudetanya, bahkan seharusnya dengan sungguh-sungguh memohon
kepada Allah Ta’ala untuk menyingkirkan gangguannya, menolak
kejahatannya, dan memperbaikinya.” (Syarah Shahih Muslim 12/183)
Mendoakan kebaikan untuk para penguasa adalah suatu perkara yang
sangat dijunjung tinggi oleh Ahlus Sunnah wal Jamaah, hingga Al Imam Al
Barbahari rahimahullah menyatakan : “Jika engkau melihat seseorang
mendoakan kejelekan bagi pemerintah maka ketahuilah bahwa ia adalah
pengikut hawa nafsu (ahli bid’ah). Dan jika engkau mendengar seseorang
mendoakan kebaikan bagi pemerintah maka ketahuilah bahwa ia adalah Ahlus
Sunnah, Insya Allah.” (Syarhus Sunnah halaman 116-117)
Fudlail bin ‘Iyyadl seorang Imam Ahlus Sunnah yang menetap di Makkah dan wafat pada tahun 187 H menyatakan :
لَوْ كَانَ لِي دَعْوَةٌ مُسْتَجَابَةٌ مَا جَعَلْتُهَا إِلاَّ لِسُلْطَانٍ
“Kalaulah aku memiliki suatu doa yang pasti dikabulkan niscaya tidaklah aku peruntukkan kecuali untuk penguasa.”
Oleh karena itu kami diperintah mendoakan kebaikan dan tidak
diperintah untuk mendoakan kejelekan bagi mereka walaupun mereka berbuat
jahat dan dhalim. Karena kejahatan dan kedhaliman mereka (balasan
akibatnya) untuk mereka sendiri sedangkan kebaikan mereka (balasannya)
untuk diri mereka dan kaum Muslimin.”
Begitu tegas ucapan Fudlail bin ‘Iyyadl ini sehingga menjadi rujukan
Ahlus Sunnah dalam menyikapi penguasa, pemerintah, dan pemimpin mereka
yang berbuat kedhaliman dan ketidakadilan.
Adapun tentang lafadh doanya kita dapat melafadhkannya sesuai dengan
kehendak kita, yang penting mengandung makna yang baik dan permohonan
kepada Allah agar memperbaiki dan meluruskan penguasa dari
penyimpangan-penyimpangan yang selama ini mereka lakukan. Khusyu’-lah
dalam berdoa dan pilihlah waktu-waktu yang maqbul untuk berdoa dan
dengan cara yang sesuai tuntunan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa
Sallam.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ
“Berdoalah kalian kepadaku niscaya Aku akan mengabulkan doa kalian.” (QS. Ghafir : 60)
إِنَّهُمْ كَانُوا يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَيَدْعُونَنَا رَغَبًا وَرَهَبًا وَكَانُوا لَنَا خَاشِعِينَ
“Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam
(mengerjakan) perbuatan-perbuatan baik dan mereka berdoa kepada Kami
dengan penuh harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu’
kepada kami.” (QS. Al Anbiya’ : 90)
Dan janganlah mendoakan kejelekan untuk penguasa. Karena yang
demikian bukanlah akhlak Ahlus Sunnah. Ulama Ahlus Sunnah tidak senang
jika mendengar seseorang yang mendoakan kejelekan untuk penguasanya.
Sebagaimana yang dikhabarkan bahwa Al Hasan Al Bashri mendengar
seseorang mendoakan kejelekan untuk Al Hajjaj yang kekuasaannya terkenal
dengan kedhaliman, penindasan, pertumpahan darah, pelanggaran terhadap
apa yang diharamkan Allah, bahkan sampai ia membunuh Abdullah bin
Zubair, lalu beliau (Al Hasan Al Bashri) menyatakan : “Janganlah engkau
melakukannya!”
Dengan sikap Al Hasan Al Bashri ini bertambah jelas bagi kita bahwa
hak penguasa adalah dimintakan kepada Allah agar memperbaiki mereka dan
bukan mendoakan kejelekan untuk mereka.
Dan hendaklah kita juga memperbaiki diri, menjauhi larangan Allah,
dan mengamalkan perintah-Nya. Karena kedhaliman para penguasa juga
disebabkan dosa-dosa rakyatnya.
Wallahu A’lam.
Maraji’ :
1. Syarhus Sunnah. Al Imam Al Barbahari.
2. Muamalatul Hukkam fi Dlauil Kitab was Sunnah. Abdus Salam Barjas.
3. Syarah Shahih Muslim. Al Imam An Nawawi.
4. Bahjatun Nadhirin Syarah Riyadlus Shalihin. Syaikh Salim bin ‘Ied Al Hilali
Dari Majalah SALAFY edisi XXX Th 1420/1999 Rubrik Doa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar